Dewasa ini, laki-laki dan perempuan mempunyai persamaan hak dan kewajiban. Dulu sejak indonesia dalam jajahan kaum perempuan tidak boleh mendapatkan pendidikan. Yang lebih di utamakan adalah kaum laki-laki, sekarang setelah ada orde baru perempuan mempunyai hak yang sama seperti laki-laki.
Terkait dengan adanya kesamaan hak ini, maka orang tua pun menyekolahkan anaknya untuk merubah kehidupan anaknya, kalau-lah dulu orang tua berada dalam keterpurukan bekerja hanya sebagai petani, namun sekarang berkeinginan agar anak-anaknya melangkahkan kaki lebih dari yang Dia injak. Walau pun dalam perjuangan ini banyak mengalami penderitaan tidak mengenal sakit, lelah hanya demi kehidupan anaknya.
Namun yang paling sadisnya, pelajar dan mahasiswa tidak memperhatikan dan menoleh kebelakang bagaimana usaha orang tua membiayai anaknya. Ini terlebih pada peserta didik yang tinggal bukan disamping orang tua menghamburkan uang tanpa memikirkan orang tua, penggunaan waktu pun lebih diutamakan kehal-hal yang tidak bermakna dari pada belajar untuk mewujudkan harapan orang tua. Belajar dalam arti tidak hanya terfokus pada membaca buku saja tetapi bisa melalui diskusi pada kelompok-kelompok kecil, atau ikut serta mengikuti kegiatan-kegiatan di organisasi dan hal-hal lain yang bersifat mendapat pengetahuan.
Disekitar kota Gunungsitoli ada satu pantai yang memang angker dipemandangan manyarakat karna disana ada banyak pondok-pondok yang berdinding tinggi sebagai tempat persembunyian bagi orang-orang yang berkunjung disana. Selain itu juga banyak remaja yang berpasangan ditemukan menyewakan pondok-pondok tersebut dan melakukan hal-hal yang melanggar norma. Ini dilakukan hanya karena kesenangan semata saja dengan lawan jenis-nya. Mereka tidak memikirkan susah payahnya orang tua yang tidak mengenal lelah, sinar mata hari , dan hujan walau pun sakit tetapi selalu bekerja hanya demi memperjuangkan anaknya. Pantai ini dapat kita katakan ”pantai kerugian” karena merugikan orang tua untuk membiayai anaknya.
Harapan kita kepada pemuda (peserta didik) agar bisa mengendalikan diri terhadap lingkungan yang ingin mempengaruhi hidup ke hal-hal yang negatif serta penggunaan waktu yang bermakna dan selalu menoleh ke balakang bagaimana sakit yang dirasakan orang tua, demi menggapai cita-cita.
Penulis mahasiwa Pendidikan Matematika,
Wakil komisaris bidang Politik komisariat FPMIPA GMNI Gunungsitoli-Nias